Ulama dan Pejuang KH. Ghalib Santri KH Hasyim Asy’ari di Pringsewu
KH Gholib adalah seorang ulama besar asal Pringsewu, Lampung, yang juga dikenal sebagai pejuang kemerdekaan. Keberaniannya menghadapi pasukan penjajah, membuat namanya amat terkenal di masa itu dan sangat ditakuti pihak musuh. Beliau merupakan komandan pasukan tentara Hizbullah yang gagah berani, berjuang melawan penjajahan Belanda maupun Jepang.
Pada 6 November 1949 pukul 01.00 WIB dini hari, Kiai Ghalib gugur ditembak dari belakang. Pada tahun 1992 K.H Gholib mendapat penghargaan sebagai Pahlawan Lampung, dengan wujud pencanangan bambu runcing yang diberikan langsung oleh Poedjono Pranyoto yang menjabat sebagai Gubernur Lampung pada saat itu.
BIOGRAFI KH.GHOLIB
KH. Gholib dilahirkan pada tahun 1899 di Kampung Modjosantren, Krian, Jawa Timur. Ayahnya bernama K. Rohani bin Nursihan dan ibu Muksiti. Sejak kecil, beliau tak lagi mengenal ayahnya yang mengembara entah ke mana. Kecuali sempat memberi uang seringgit sesaat sebelum Gholib dikhitan. Sejak usia 7 tahun, sang ibu menyerahkan Gholib kepada Kiai Ali Modjosantren yang sangat masyhur didesanya untukbelajar ilmu agama, Al-Qur'an, Ilmu Fiqih, Ilmu Tauhid, Ilmu Akhlaq dan sebagainya. Setelah itu, Gholib muda lalu berguru dengan tokoh amat berpengaruh, pendiri Nahdlatul Ulama, K.H.'Hasyim Asy'ari di Pondok Pesantren Tebuireng, dan K.H. Kholil di Bangkalan Madura.
Pada tahun 1927 KH. Gholib pergi merantau ke Singapura. Saat itu, beliau bertemu dengan M. Anwar Sanpawiro. Sanpawiro adalah orang jawa yang berasal dari Kecamatan Pagelaran Lampung. Ketika itu, M. Anwar Sanpawiro menceritakan tentang kolonialisasi di Lampung dari Jawa kepada KH. Gholib. Cerita ini menarik perhatian beliau dan membuahkan pemikiran untuk hijrah ke Lampung. Setelah berdiskusi dengan istrinya, KH. Gholib berangkat menuju Lampung dengan tujuan kecamatan Pagelaran dengan Kapal Laut. Setibanya di Lampung KH. Gholib tinggal sementara di rumah M. Anwar Sanpawiro. Setelah mempelajari situasi Pagelaran dan Pringsewu, beliau membeli sebidang tanah di Fajaresuk untuk dibangun rumah tinggal dan Masjid. Tak lama tinggal di Fajaresuk, KH. Ghalib memilih tinggal di Desa Pringsewu dengan membeli sebidang tanah di sebelah utara pasar Pringsewu. Setalah itu beliau mendirikan tempat tinggal berlantai tanah, berdinding gribik dan beratap alang-alang. Beliau juga membangun sebuah masjid yang berlantaikan semen, berdinding papan dan beratap genteng yang kemudian terkenal dengan nama Masjid KH. Gholib. Masjid ini kemudian digunakan sebagai tempat untuk mengajarkan Agama Islam kepada Masyarakat sekitar sekitar.